Di
media sosial sedang heboh dengan cerita horror berjudul KKN Di Desa Penari.
Cerita ini pertama kali muncul pada thread twitter oleh akun @SimpleM81378523 dan kemudian menjadi
trending topic, sehingga merambah ke platform media sosial lainnya seperti Instagram
dan Facebook. Gambar yang saya tampilkan ini bagi yang paham saja pasti akan
tertawa. Meskipun sudah ramai dibicarakan, namun belum tentu semua orang sudah
mengetahui kisah KKN di desa penari tersebut. Entah karena memang ketinggalan
atau sengaja tidak berani membaca thread misteri ini yang konon katanya begitu
menyeramkan.
Cerita ini terbagi
menjadi dua perspektif dari dua tokoh yang berbeda yaitu dari sudut pandang
Widya dan sudut pandang Nur. Widya dan Nur adalah dua tokoh yang terlibat dalam
kisah tersebut. Jika bingung harus membaca versi yang mana, maka semua versi harus
dibaca dengan urutan membaca versi dari tokoh Widya terlebih dahulu, kemudian
versi Nur karna versi Nur yang menjadi pelengkap cerita tersebut. Percakapan
para tokoh di thread ini menggunakan bahasa jawa namun sang penulis juga
menyertakan terjemahan bahasa indonesianya. Berikut rangkuman dari cerita KKN
di Desa Penari.
Cerita berawal dari
sekelompok mahasiswa yaitu Nur, Widya, Ayu, Bima, Wahyu, dan Anton yang
melakukan kegiatan KKN (Kerja Kuliah Nyata) selama 6 minggu pada akhir
tahun 2009. Ayu yang menemukan lokasi di mana kelak mereka akan melakukan KKN
yaitu sebuah desa di hutan Alas D**** yang terletak di kota B daerah timur
provinsi Jawa Timur. Menurut Ayu desa tersebut masih sangat alami sehingga
sangat cocok untuk proker mereka, dan juga kebetulan kakak laki-laki Ayu, Mas
Ilham kenal dengan lurah setempat yaitu Pak Prabu. Ayu dan Nur ditemani Mas
Ilham ke lokasi terlebih dahulu untuk observasi ke tempat KKN dengan perjalanan
dari kota J ke kota B memakan waktu 4-6 jam. Nur mempunyai perasaan yang tidak
enak terlebih saat di jalan bertemu dengan kakek-kakek pengemis yang
menggelengkan kepala seakan mengisyaratkan untuk tidak pergi ke sana. Sampailah
mereka di pinggir hutan. Lokasi desa memang masuk ke dalam hutan dan belum ada
jalan mobil untuk akses masuk, sehingga mereka harus dijemput dengan motor oleh
warga desa setempat. Sesampainya di desa ada perdebatan serius antara Mas Ilham
dan Pak Prabu bahwa desa ini tidak bisa dijadikan lokasi KKN, namun Mas Ilham
berhasil membujuk Pak Prabu agar bisa menolong adiknya melaksanakan tugas KKN
sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat demi menyelesaikan tugasnya di
universitas.
Singkat cerita,
berangkatlah Nur, Widya, Ayu, Bima, Wahyu, dan Anton ke desa Penari. Dalam
perjalanan Widya menceritakan bahwa ibunya mempunyai firasat buruk dan
memintanya untuk mengurungkan niatnya itu. Dalam hati, Nur pun merasakan hal
yang sama, apalagi saat melakukan observasi ia sempat melihat sosok makhluk
besar dengan tubuh yang dipenuhi bulu, bermata merah dan bertanduk kerbau.
Makhluk itu menatap ke arah Nur seakan tidak menyukai kedatangan Nur. Nur
memang berbeda dari teman-temanya. Gadis berjilbab ini lebih sensitif pada
hal-hal supranatural, namun ia juga sosok yang religius. Di perjalanan ini Nur
hanya berdoa semoga mereka berangkat dengan utuh dan pulang juga dengan utuh.
Mereka menaiki mobil elf. Saat di tempat pemberhentian lampu merah ada pengemis
yang menggebrak kaca mobil mereka dan membuat semua orang kaget. Dari bibirnya
Nur bisa membaca seperti mengatakan supaya jangan pergi kesana. Tak lama
kemudian sampailah mereka di tempat pemberhentian. Akses yang mereka tempuh
sama seperti pada saat Ayu dan Nur datang pertama kali kala observasi. Mereka
sudah dijemput motor yang akan mengantar mereka masuk ke desa. Sepanjang perjalanan
sepi sunyi namun tiba-tiba Widya mendengar suara gamelan dan ia melihat seorang
wanita sangat cantik sedang menari dengan anggunnya. Wanita yang menari itu
memandang ke arah Widya, kemudian menghilang dari pandangan. Hal serupa pun
dialami oleh Nur. Ia juga melihat penari wanita di tengah gelapnya hutan.
Sampailah mereka di desa disambut oleh Pak Prabu. Widya berkata pada Pak Prabu
mengapa desa ini pelosok sekali, namun Pak Prabu menyanggah bagaimana bisa
dikatakan pelosok karna perjalanan hanya memakan waktu 30 menit dari jalan
raya. Widya kebingungan karena yang ia rasakaan adalah perjalanan yang lama
sekali. Bukan setengah jam tetapi setengah hari. Saat malam hari listrik
menggunakan genset, mereka menggunakan petromax. Saat teman-temannya sudah
terlelap, Nur lagi-lagi melihat sosok mata merah mengintipnya. Ia ketakutan dan
membaca ayat kursi. Kemudian terdengar suara papan kayu yang digebrak. Makhluk
itupun menghilang.
Keesokan harinya mereka
berkeliling desa ditemani oleh Pak Prabu. Desa ini memang terlihat ganjil
karena banyak sekali tempat yang diberikan sesajen. Sampailah mereka di sebuah
pemakaman. Pemakaman tersebut terlihat aneh karena semua batu nisan yang ada di
sana tertutup oleh kain hitam. Tempat selanjutnya adalah Sinden yaitu kolam
tempat air keluar dari tanah. Dan sampailah mereka di Tapak Tilas yaitu sebuah
batas di mana orang dilarang keras untuk melintasinya. Tempat itu sudah
ditandai dengan kain merah dan janur kuning.
Sore hari tiba Nur dan
Widya berniat mandi. Di sana tidak ada kamar mandi karena sulitnya akses air,
lalu merekapun mandi di sinden dekat sungai yang terdapat bilik. Nur mandi
terlebih dulu dan Widya yang berjaga di luar. Di dalam bilik Nur mengalami hal
menyeramkan. Ia melihat kendi yang berisi air penuh dengan rambut, ia pun kaget
dan berusaha membuka pintu dan memanggil Widya namun pintu seperti ada yang
menahan dan Widya tak menjawab panggilan Nur. Dan ternyata ada sesosok makhluk
besar hingga menyentuh langit-langit bilik. Nur pun istigfar kemudian melempar batu
sembari berdoa lalu makhluk itupun lenyap. Kondisi Widya di luar bilik saat
menunggu Nur mandi justru ia mendengar seperti ada suara orang sedang berkidung
di dalam bilik. Widya memanggil Nur namun tidak ada jawaban. Saat giliran Widya
mandi, ia pun juga mengalami hal ganjil. Ketika ia membasuh badannya dan
memejamkan mata, terbayang sosok wanita cantik jelita tersenyum kepadanya. Dan
ia mendengar lagi suara orang sedang berkidung tepat di luar bilik di mana Nur
berdiri. Sementara Nur menunggu justru ia juga mendengar suara orang sedang
berkidung, ia memanggil Widya namun tidak ada jawaban. Iapun melihat dari celah
bilik tidak ada Widya namun sosok wanita cantik yang sedang mandi dengan
anggunnya. Wajah wanita itu persis seperti penari yang ia lihat di hutan.
Setelah keduanya selesai mandi, masing-masing memasang wajah bingung terlebih
Nur yang memang sedang berpikir siapakah yang sedang diincar ? dirinya ataukah
Widya ?
Malam harinya Nur
mendatangi rumah Pak Prabu. Ia ingin menyampaikan hal ganjil yang ia alami. Di
rumah Pak Prabu sudah ada seorang kakek sepuh yang dikenal dengan nama Mbah
Buyut. Nur disuguhi kopi hitam namun rasanya manis dan beraroma melati. Lalu
Nur pun mengadu kalau selama di sini ia selalu diikuti makhluk lain. Ia takut
jika ada perbuatannya yang tidak disengaja menyebabkan ia diikuti. Pak Prabu
menjelaskan bahwa alasan ia diikuti adalah karna ia membawa serta sosok lain
yang tidak diterima di sini. Mbah Buyut ikut menjelaskan bahwa ada sosok
nenek-nenek yang "menjaga" Nur. Setelah itu Nurpun kembali ke
penginapan dan tidur. Nur terbangun dari tidurnya karena mendengar suara
berisik dari luar rumah. Dan di luar rumah sudah ada teman-temannya, juga ibu
pemilik rumah yang menyuruh mereka masuk. Ayu menceritakan kepada Nur bahwa
Wahyu melihat Widya sedang menari sendirian di tanah lapang. Namun anehnya apa
yang dialami Widya adalah ia keluar rumah justru karena melihat Nur keluar lalu
menari di tanah lapang. Keesokan harinya Wahyu, Widya, Ayu, dan Pak Prabu pergi
ke rumah mbah Buyut untuk menceritakan kejadian semalam. Alhasil mereka
diberitahu bahwa Widya ada yang mengikuti. Wahyu bercerita pada Widya bahwa ia
sering melihat Bima keluar kamar pada malam hari.
Di tempat lain Nur dan
Anton sedang menegerjakan proker mereka. Anton memberitahu Nur bahwa ia sering
melihat Bima bicara dan tertawa sendiri dan juga ia pernah melihat Bima sedang
onani. Anehnya lagi Bima sering membawa sesajen pulang dan di letakan di bawah
ranjang, dan di atas sesajen itu Anton menemukan ada foto Widya. Anton curiga kalau
Bima ingin mempelet Widya dan lebih mengerikan lagi Anton juga sering mendengar
suara perempuan, namun tidak ada satupun perempuan yang keluar dari kamar. Nur
pun marah mendengar Anton seperti memfitnah Bima. Nur dan Bima memang sudah
berteman sejak mereka di pondok pesantren. Nur tahu betul sifat Bima yang
religius tidak mungkin melakukan hal semacam itu. Anton pun mengajak Nur ke
kamar untuk membuktikan omongannya, dan benar adanya ucapan Anton. Dan juga
saat mereka berdua berada di kamar, tiba-tiba ada ular berwarna hijau yang
keluar dari lemari lalu lenyap melewati jendela. Sore harinya di penginapan
mereka melihat tangan Widya gemetaran lalu Nur memberinya minum, namun Widya
mengeluarkan sesuatu dari dalam mulutnya yaitu rambut panjang. Semua tersontak
kaget. Anton mengatakan jika tiba-tiba muncul rambut barangkali ia sedang
diincar entah itu pelet atau santet.
Cerita berlanjut dengan
proker Bima yang ditentang warga karena akan menggarap kegiatan di tapak tilas.
Nur pun penasaran mengapa tempat itu seolah dikeramatkan. Ia pun nekat pergi
melewati batas tapak tilas dengan berjalan ke dalam, kemudian ia menemukan
bangunan mirip balai desa beratap khas jawa. Bangunan itu terbengkalai dan
terdapat banyak gamelan. Di belakang bangunan itu ada sebuah gubuk. Lalu
tiba-tiba ia bertemu dengan Bima dan Ayu. Mereka pun kaget melihat Nur. Nur
tercengang dan marah mengetahui Bima dan Ayu sudah melakukan hal yang
"terlarang". Sudah dua kali Bima dan Ayu melakukan itu. Sementara itu
di lain tempat, Widya dan Wahyu pergi ke kota untuk membeli kebutuhan mereka
dengan mengendarai motor milik Pak Prabu. Setelah selesai berbelanja dan
kembali ke desa, Wahyu mengisi bensin dan di pom bensin bertemu dengan penjual
cilok. Sembari melayani, tukang cilok memberi wejangan kepada Wahyu dan Widya
bahwa jika memasuki hutan Alas D**** harus hati-hati, perbanyak doa dan jika
ada mendengar sesuatu hiraukan saja jangan pernah berhenti jalan. Jangan
pedulikan apapun dan jika dibuat celaka tetap lanjutkan perjalanan. Tukang
cilok pun mendoakan mereka selamat sampai tujuan. Kemudian mereka melanjutkan
perjalanan. Di perjalanan Wahyu berandai-andai bagaimana kalau nanti motor
mereka mogok atau ban meletus. Dan tak lama benar terjadi, motorpun mogok.
Mereka pun terpaksa harus berjalan kaki, dengan Wahyu sembari menuntun motor.
Widya kesal mengapa Wahyu mengatakan suatu hal buruk yang belum terjadi. Entah
berapa lama mereka jalan tiba-tiba mereka mendengar seperti suara hajatan.
Mengingat nasihat tukang cilok tadi mereka mengabaikannya saja, namun semakin
mereka jauh melangkah suara itu semakin keras sampai dilihatnya janur kuning.
Mereka seperti berada di sebuah perkampungan yang sedang mengadakan pesta. Lalu
tiba-tiba mereka didatangi oleh sorang kakek yang ingin menolong mereka.
Sembari sepeda motor mereka diperbaiki, si kakek memberikan mereka makanan.
Suasana sangat ramai dan ada penari yang sangat cantik sekali sedang menari di
mana wajah penari familiar bagi Widya. Setelah motornya selesai diperbaiki,
kakek tadi juga memberikan mereka bingkisan makanan yang terbungkus koran yaitu
jajanan yang tadi dihidangkan. Mereka pun berpamitan dan mengucapkan terima
kasih. Sesampainya di penginapan, Wahyu dengan semangat bercerita apa yang
barusan dialaminya. Namun Bima menyanggah bahwa tidak ada desa lain selain desa
ini. Untuk membuktikan ucapannya Wahyu mengeluarkan bingkisan makanan tadi,
namun yang semula dibungkus koran berubah menjadi daun pisang dan ketika dibuka
ternyata bingkisan itu berisi kepala monyet yang darahnya masih segar dan berlendir.
Setelah semuanya tertidur Nur teringat percakapan antara Bima dan Ayu yang tak
sengaja pernah ia dengar yaitu Bima yang menanyakan apakah mahkota sudah
diberikan kepada Widya atau belum. Karena penasaran, Nur pun diam-diam nekat
menggeledah tas milik Ayu. Ia mencium aroma wangi dan yang ia temukan adalah
selendang hijau yang dipakai oleh penari yang pernah ia lihat. Lalu tiba-tiba
Widya mendatanginya mengatakn jangan diteruskan. Saat Widya bicara Nur
heran karena Widya menggunakan bahasa jawa halus, dan suaranyapun juga
bukan seperti suara Widya. Dan kalimat terakhir yang keluar dari mulut Widya
adalah ia menjamin Nur bisa pulang dengan selamat. Keesokan harinya Nur menemui
Bima memaksa Bima untuk menceritakan semuanya. Bima akhirnya mengakui bahwa ia bertemu
dengan seorang wanita cantik bernama Dawuh yang mengaku bisa menolongnya agar
Widya bisa menyukainya. Wanita itu memberikan semacam mahkota putih yang ada di
lengannya, lalu Bima memberikannya kepada Ayu agar ditaruh ke tempat Widya.
Waktu pun berlalu. Pada
suatu hari setelah mengerjakan proker, Widya pulang pulang ke penginapan dan
mendapati Nur sedang duduk di kursi masih lengkap mengenakan mukena. Dengan
suara seperti suara nenek-nenek Nur berkata pada Widya apakah ia betah tinggal
di sini? Apakah sudah kenal dengan penunggu di sini ? Anak ganteng itu saja
sudah kenal sama Badarawuhi. Widya pun menangis, Nur mencengkeram tangan Widya
dengan kuku. Widya berusaha menyadarkan Nur, namun Nur tetap bicara mengatakan
"jika tidak ada aku anak nakal seperti temanmu itu sudah membawa penunggu
di sini mencelakai cucuku. Aku yang selama ini menjaganya. Tak kubiarkan
siapapun mencelakai cucuku. Satu dari temanmu tidak bisa kembali. Ingatkan anak
itu sebelum satu desa kena batunya." Setelah itu Nur berteriak dan jatuh
terjerembab. Setelah sadar Widya bertanya pada Nur apakah dirinya mempunyai
penjaga. Nur pun menceritakan saat ia di pondok pesantren, ia diberi tahu
temannya bahwa dirinya ada yang menjaga bernama Mbah Dok dengan wujud seperti
neneknya. Di suatu waktu selagi ada kesempatan, Nur diam-diam menggeledah tas
Widya. Dan ia pun menemukan perhiasan putih melingkar, mungkin inilah mahkota
yang Bima maksud. Langsung saja ia juga mengambil selendang hijau. Dua benda
itu kemudian ia letakkan di kotak kecil yang di dalamnya ditaruh kitab suci
kemudian dibungkus kain putih. Lalu Nur pun menemui Ayu dengan amarah, mengapa
ia bisa tega menaruh benda seperti itu di tas Widya. Lalu Ayu pun mengatakan
ada seseorang yang menyuruhnya menaruh benda itu, sebagai gantinya ia diberi
selendang agar Bima menyukainya.
Masalah lain pun timbul
untuk para mahasiswa ini yaitu warga yang membantu proker mereka mulai tidak
berdatangan dengan berbagai alasan, seperti sakit, sibuk, dan kerasukan. Lalu
sampailah pada suatu di malam hari Widya melihat Bima keluar. Widya pun
mengikutinya. Bima berjalan ke arah tapak tilas. Jalanan yang jauh ia ikuti
sampai ia mendengar suara kidung dan gamelan, ia juga mencium aroma melati.
Widya melihat ada sebuah bangunan seperti sanggar atau balai desa dan di
belakang bangunan itu ada gubuk. Di dalam gubuk itu ia mendengar suara Bima dan
suara perempuan sedang mendesah, saat ia intip benar ia melihat Bima sedang
berendam di kolam dengan dikelilingi banyak sekali ular besar. Bima pun melihat
ke arah Widya. Widya pun lari lalu ia melihat seorang wanita sedang
menari yaitu Ayu. Dengan mata sembab seperti orang menangis Ayu tidak berkata
apapun namun ekspresinya mengisyaratkan Widya untuk segera pergi. Widya pun
langsung pergi sambil menangis. Ia bertemu seekor anjing yang seolah
menuntunnya ke arah pulang. Sesampainya ia berhasil kembali pulang para
warga desa berhamburan ke arah Widya. Ternyata dirinya telah hilang selama
sehari semalam.
Di malam yang sama,
saat Nur tidur ia terbangun melihat Ayu menganga ditambah Widya hilang, lalu
dipanggilkannya Pak prabu. Nur pun menunjukan benda aneh yang ia simpan di
dalam kotak. Kemudian dipanggillah Mbah Buyut. Mbah buyut memberitahukan bahwa
temannya terjebak dalam pusara hanya raganya yang sudah kembali, sukmanya belum.
Dan yang lebih berbahaya adalah Widya di mana sukma dan raganya masih terjebak.
Widya diincar oleh Badarawuhi, dan menginginkan Widya memiliki gelang itu,
namun benda itu disimpan oleh Nur, sedangkan Nur ada yang menjaga sehingga
benda itu kehilangan pemilik, mbah Dok pun sudah berkelahi dengan separuh
lelembut hutan untuk melindungi Nur. Lalu mbah Buyut menjelma menjadi anjing
untuk mencari Widya. Kemudian Pak Prabu berkata pada Nur seharusnya ia memang
harus menolak desanya dijadikan tempat KKN karna desa ini tidak cocok untuk
anak seusia mereka. Warga desa yang memiliki anak yang beranjak dewasa tidak
ada yang tinggal di sini, semua pergi merantau. Pak Prabu berasumsi bahwa Ayu
dijadikan perantara ke Widya melalui Bima, namun Ayu tidak menjalankan tugasnya.
Saat Widya kembali, Di
penginapan sudah banyak orang duduk mengelilingi dua tubuh yang tertutup
selimut terikat kain putih layaknya seperti orang yang sudah meninggal. Widya
terpukul melihat dua orang itu adalah Ayu dan Bima. Keadaan mereka mengenaskan.
Bima kejang-kejang dengan mata menghadap ke atas, sedangkan Ayu terbujur kaku
dengan mata tak bisa tertutup. Lalu keluarlah mbah buyut dari dalam menghampiri
Widya menceritakan bagaimana ini bisa terjadi. Mbah buyut berkata Bima dan Ayu
sudah melakukan sebuah pantangan dan sekarang mereka harus menanggung akibatnya
di mana Bima harus mengawini ratu ular yang bernama Badarawuhi. Ular-ular yang
Widya lihat saat mengintip Bima adalah anak Bima. Sekali melahirkan bisa ribuan
ular. Sedangkan Ayu harus menggantikan tugas Badarawuhi menari. Ayu harus
menari mengelilingi hutan ini.
Pak Prabu sudah
memberitahukan masalah ini ke pihak kampus dan keluarga Ayu dan Bima. Dan
merekapun segera dijemput pulang. Keluarga Ayu dan Bima tidak terima anaknya
menjadi seperti itu dan sempat ingin menuntut. Keluarga Bima tak henti
mengadakan doa bersama dan selama tiga bulan dirawat Bima meninggal. Di malam
ia meninggal Bima teriak minta tolong dan berkata ular. Ayu juga meninggal
setelah sebelumnya Nur sempat diminta mas Ilham untuk ikut serta mendampingi
pengobatan Ayu. Mereka pergi ke kota Ng**i namun hasilnya nihil.
Begitulah
akhir tragis dari cerita KKN di desa penari. Banyak pelajaran yang terkandung
untuk kita semua di manapun kita berada tetap harus menjaga tata krama, sopan
santun, dan perbuatan seperti kata pepatah di mana bumi dipijak di situ langit
dijunjung. Juga di manapun kita berada baiknya jangan sembarang berbicara jika
tidak ingin hal itu benar-benar terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar